Dialog dengan ‘Sendiri’
14 March 2005
Ku sulut satu batang rokok lagi, ketika akhirnya aku sadar akan jumlah yang sudah terbakar di asbak berbentuk suku asmat (atau itu maksudnya bentuk binatang ya? Entah lah!), satu, dua, tiga, hmm.. sudah 7 batang rupanya yang kuhisap. Rokok yang malang, kubeli untuk kemudian kubakar dan kubuang. Rasa sesak sedikit membuatku terbatuk dan tersadar, sudah 2 jam aku duduk diam dan termenung sendiri disudut satu ruang café disebuah pertokoan besar ditengah kota. Ditemani oleh beberapa pegawai yang rupanya sudah mulai bosan untuk menawarkan aku tambahan minum atau sedikit snack, dan beberapa pengunjung yang, ketika ku sadar, rupanya berpasang-pasangan. Mungkin mereka sedang membicarakan masa depan palsu, dengan janji-janji palsunya, atau mungkin sedang membicarakan mengenai harga-harga yang sekarang mulai merangkak naik?
Kembali aku dengan duniaku, yang dipenuhi dengan secangkir (atau sudah tiga cangkir ya?) kopi, berbatang-batang rokok (masih ada satu pak lagi rokok yang belum kusentuh) dan satu monster yang dinamakan ‘sendiri’. Aku mulai tersenyum ketika mengatakan ini kepada sang monster didepanku, “Hai, kapan datang? Sendiri saja?” pertanyaan dan perkataan terbodoh yang kulontarkan hari itu. Sudah jelas monster itu bernama ‘sendiri’, bodoh!
“PRAAANGG…!”
Bunyi pecahan piring yang disenggol salah satu pengunjung tempat itu membuatku kembali ditarik ke realita, kedunia dimana ada beberapa mata memandangku aneh. Seorang gadis, duduk seorang diri, tersesat dengan pikiran dan dunianya, sambil tidak henti-hentinya mengepulkan asap dan nafas panjang. Mungkin kalau ada yang iseng dengan candid cameranya, gambarku di layar kaca akan ditulis: Ibu beranak 8, pengangguran dan berniat bunuh diri.
Sedemikian parahnya kah situasiku saat itu? Entah lah. Yang jelas monster itu mulai melakukan gerakan-gerakan aneh yang tidak kumengerti artinya. Makin lama monster itu makin besar, dan besar, dan besar. Membuatku pusing dan muak melihatnya. Ingin rasanya kupanggil satu pleton angkatan bersenjata untuk datang dan menarik monster itu pergi jauh dariku.
Jauh dari keinginannku tadi, yang bisa kulakukan hanya diam dan menunggu monster itu duduk karena lelah. Duduk (berusaha) manis didepanku dan menyeringai, jelek dan memuakkan!
“Nitnit…nitnit…”
New Message from Blablabla (begitu kunamai seseorang yang akhir-akhir ini ‘dekat’ denganku, di phonebook handphoneku).
‘Read’ dan ‘Exit’ menanti untuk kupilih, kemudian:
Blablabla
14/03/05 16:30
Hai, pasti lagi ngopi, ngudud dan bengong sore ini! Posisi dong, nanti aku meluncur kesampingmu, ikutan bengong dan ngopi dan ngudud! ***End***
Sudut bibirku naik beberapa milisenti menandakan ada sedikit senyum disitu. Entah angin apa yang membuat dia menghubungi dan menemaiku sore ini. Kupandang lekat-lekat monster didepanku yang sepertinya sedikit mengkerut, mengecil dan lebih mengecil (lebih kecil dari besar terakhir saat monster itu bergerak-gerak). Apakah karena dia, yang tadi mengirim sms, akan datang menemaniku, makanya monster itu sedikit terkalahkan?
Sambil menunggu dia datang - karena sms balasan yang kukirimkan sekaligus peta keberadaanku- kembali aku terdiam. Tanpa sadar, aku memulai percakapan dengan monster didepanku itu. Meskipun mual aku melihatnya, tetapi tetap kata-kata percakapanku keluar juga walau bibirku tidak bergerak sedikitpun.
Aku lelah, sepertinya sudah bertahun-tahun aku mencoba untuk lari dan bersembunyi dari semua kepahitan dan kebahagiaanku sendiri. Mencoba untuk menjadi orang yang optimis dibalik segunung pesimis yang mendesak untuk meledak dan memuntahkan laharnya.
Hanya lewat percakapan sunyi ini aku dapat memuntahkan semua yang ada di otakku dan sedikit dari sudut hatiku. Ah, entah untuk apa aku katakan ini semua kepadamu monster jelek! Karena kamu lah aku sekarang seperti ini, karena ingin mengabaikanmu dan membunuhmu aku menjadi seperti robot!
Kenapa kau hanya diam?? Katakan sesuatu!! Huh! Percuma, kau akan tetap diam dan kemudian membesar untuk menutupiku dari kehidupanku.
Segala cara aku coba untuk mengisi hari-hari orang lain, orang yang dekat denganku, agar dia terhindar dari monster sepertimu datang dan duduk diam dikeseharian mereka. Segala cara aku coba untuk menjadi orang yang bisa dijadikan tempat sampah bagi masalah orang lain, agar mereka tidak mengenal monster sepertimu. Segala cara aku coba untuk menjadi badut dan membuat orang tertawa ditengah kesedihan mereka, biar mereka tidak muntah dan muak karena monster sepertimu mengunjungi mereka.
Tapi apa yang ku dapat?? Semakin dan semakin betah kau duduk dan bertambah besar didepanku.
“Hei, sore-sore begini enggak boleh bengong, bisa2 disambet setan lewat!”
Tepukan lembut yang cukup membuatku tergagap dan kembali kealam sadarku datang dari seseorang yang sebenarnya sudah beberapa lama kurindukan.
“Kok malah celingak-celinguk?” sahut si empunya tangan yang menepukku lembut tadi.
Rupanya, karena kaget, aku tidak melihat kemana larinya sang monster yang dari tadi duduk didepanku, itulah sebabnya tiba-tiba aku tengok kiri dan kanan.
“Ah, enggak, Cuma mo liat ada maling enggak di mall ini” sahutku asal, yang kemudian disusul dengan tertawa kecil antara aku dan laki-laki itu.
Jarum jam lewat tanpa permisi dan meninggalkan angka 21:05 dilayar handphoneku yang tergeletak diatas meja.
“Mbak, minta bill-nya dong!”
Fiiuuuhh… sepertinya terdengar sampai ketelingaku hembusan nafas lega yang keluar dari pegawai-pegawai yang sudah sangat bosan melihat kita berdua, atau lebih tepatnya, aku!, terus-terusan berada ditempat yang sama dari sebelum sore tadi.
Samar-samar kulihat dari kejauhan, monster yang tadi duduk tenang didepanku, sedang duduk diam didepan seorang laki-laki yang melakukan hal yang sama dengan yang kulakukan tadi sore.
Sedikit senyum dan perasaan lega kulontarkan kearah sang monster yang tidak berekspresi sedikitpun memandangku.
‘Aku tidak akan mau lagi bertemu dengan mu, monster jelek!”
Ku sulut satu batang rokok lagi, ketika akhirnya aku sadar akan jumlah yang sudah terbakar di asbak berbentuk suku asmat (atau itu maksudnya bentuk binatang ya? Entah lah!), satu, dua, tiga, hmm.. sudah 7 batang rupanya yang kuhisap. Rokok yang malang, kubeli untuk kemudian kubakar dan kubuang. Rasa sesak sedikit membuatku terbatuk dan tersadar, sudah 2 jam aku duduk diam dan termenung sendiri disudut satu ruang café disebuah pertokoan besar ditengah kota. Ditemani oleh beberapa pegawai yang rupanya sudah mulai bosan untuk menawarkan aku tambahan minum atau sedikit snack, dan beberapa pengunjung yang, ketika ku sadar, rupanya berpasang-pasangan. Mungkin mereka sedang membicarakan masa depan palsu, dengan janji-janji palsunya, atau mungkin sedang membicarakan mengenai harga-harga yang sekarang mulai merangkak naik?
Kembali aku dengan duniaku, yang dipenuhi dengan secangkir (atau sudah tiga cangkir ya?) kopi, berbatang-batang rokok (masih ada satu pak lagi rokok yang belum kusentuh) dan satu monster yang dinamakan ‘sendiri’. Aku mulai tersenyum ketika mengatakan ini kepada sang monster didepanku, “Hai, kapan datang? Sendiri saja?” pertanyaan dan perkataan terbodoh yang kulontarkan hari itu. Sudah jelas monster itu bernama ‘sendiri’, bodoh!
“PRAAANGG…!”
Bunyi pecahan piring yang disenggol salah satu pengunjung tempat itu membuatku kembali ditarik ke realita, kedunia dimana ada beberapa mata memandangku aneh. Seorang gadis, duduk seorang diri, tersesat dengan pikiran dan dunianya, sambil tidak henti-hentinya mengepulkan asap dan nafas panjang. Mungkin kalau ada yang iseng dengan candid cameranya, gambarku di layar kaca akan ditulis: Ibu beranak 8, pengangguran dan berniat bunuh diri.
Sedemikian parahnya kah situasiku saat itu? Entah lah. Yang jelas monster itu mulai melakukan gerakan-gerakan aneh yang tidak kumengerti artinya. Makin lama monster itu makin besar, dan besar, dan besar. Membuatku pusing dan muak melihatnya. Ingin rasanya kupanggil satu pleton angkatan bersenjata untuk datang dan menarik monster itu pergi jauh dariku.
Jauh dari keinginannku tadi, yang bisa kulakukan hanya diam dan menunggu monster itu duduk karena lelah. Duduk (berusaha) manis didepanku dan menyeringai, jelek dan memuakkan!
“Nitnit…nitnit…”
New Message from Blablabla (begitu kunamai seseorang yang akhir-akhir ini ‘dekat’ denganku, di phonebook handphoneku).
‘Read’ dan ‘Exit’ menanti untuk kupilih, kemudian:
Blablabla
14/03/05 16:30
Hai, pasti lagi ngopi, ngudud dan bengong sore ini! Posisi dong, nanti aku meluncur kesampingmu, ikutan bengong dan ngopi dan ngudud! ***End***
Sudut bibirku naik beberapa milisenti menandakan ada sedikit senyum disitu. Entah angin apa yang membuat dia menghubungi dan menemaiku sore ini. Kupandang lekat-lekat monster didepanku yang sepertinya sedikit mengkerut, mengecil dan lebih mengecil (lebih kecil dari besar terakhir saat monster itu bergerak-gerak). Apakah karena dia, yang tadi mengirim sms, akan datang menemaniku, makanya monster itu sedikit terkalahkan?
Sambil menunggu dia datang - karena sms balasan yang kukirimkan sekaligus peta keberadaanku- kembali aku terdiam. Tanpa sadar, aku memulai percakapan dengan monster didepanku itu. Meskipun mual aku melihatnya, tetapi tetap kata-kata percakapanku keluar juga walau bibirku tidak bergerak sedikitpun.
Aku lelah, sepertinya sudah bertahun-tahun aku mencoba untuk lari dan bersembunyi dari semua kepahitan dan kebahagiaanku sendiri. Mencoba untuk menjadi orang yang optimis dibalik segunung pesimis yang mendesak untuk meledak dan memuntahkan laharnya.
Hanya lewat percakapan sunyi ini aku dapat memuntahkan semua yang ada di otakku dan sedikit dari sudut hatiku. Ah, entah untuk apa aku katakan ini semua kepadamu monster jelek! Karena kamu lah aku sekarang seperti ini, karena ingin mengabaikanmu dan membunuhmu aku menjadi seperti robot!
Kenapa kau hanya diam?? Katakan sesuatu!! Huh! Percuma, kau akan tetap diam dan kemudian membesar untuk menutupiku dari kehidupanku.
Segala cara aku coba untuk mengisi hari-hari orang lain, orang yang dekat denganku, agar dia terhindar dari monster sepertimu datang dan duduk diam dikeseharian mereka. Segala cara aku coba untuk menjadi orang yang bisa dijadikan tempat sampah bagi masalah orang lain, agar mereka tidak mengenal monster sepertimu. Segala cara aku coba untuk menjadi badut dan membuat orang tertawa ditengah kesedihan mereka, biar mereka tidak muntah dan muak karena monster sepertimu mengunjungi mereka.
Tapi apa yang ku dapat?? Semakin dan semakin betah kau duduk dan bertambah besar didepanku.
“Hei, sore-sore begini enggak boleh bengong, bisa2 disambet setan lewat!”
Tepukan lembut yang cukup membuatku tergagap dan kembali kealam sadarku datang dari seseorang yang sebenarnya sudah beberapa lama kurindukan.
“Kok malah celingak-celinguk?” sahut si empunya tangan yang menepukku lembut tadi.
Rupanya, karena kaget, aku tidak melihat kemana larinya sang monster yang dari tadi duduk didepanku, itulah sebabnya tiba-tiba aku tengok kiri dan kanan.
“Ah, enggak, Cuma mo liat ada maling enggak di mall ini” sahutku asal, yang kemudian disusul dengan tertawa kecil antara aku dan laki-laki itu.
Jarum jam lewat tanpa permisi dan meninggalkan angka 21:05 dilayar handphoneku yang tergeletak diatas meja.
“Mbak, minta bill-nya dong!”
Fiiuuuhh… sepertinya terdengar sampai ketelingaku hembusan nafas lega yang keluar dari pegawai-pegawai yang sudah sangat bosan melihat kita berdua, atau lebih tepatnya, aku!, terus-terusan berada ditempat yang sama dari sebelum sore tadi.
Samar-samar kulihat dari kejauhan, monster yang tadi duduk tenang didepanku, sedang duduk diam didepan seorang laki-laki yang melakukan hal yang sama dengan yang kulakukan tadi sore.
Sedikit senyum dan perasaan lega kulontarkan kearah sang monster yang tidak berekspresi sedikitpun memandangku.
‘Aku tidak akan mau lagi bertemu dengan mu, monster jelek!”
0 Comments:
Post a Comment
<< Home